Tentunya Anda pernah mendengar sebuah cerita tentang Hang Tuah dan Abu Nawas kan? Ya, keduanya termasuk contoh hikayat yang cukup terkenal dan paling sering kita dengar.
Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan hikayat? Dalam artikel ini akan dibahas secara lengkap mengenai pengertian, ciri-ciri dan unsur-unsur dari hikayat.
Hikayat menjadi salah satu pilihan cerita lawas yang hingga kini masih banyak penggemarnya. Dapat mencakup tentang sejarah, mistik, satire, alegori, dan lain-lain.
Hampir sama dengan cerpen ataupun novel hikayat juga memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Gaya penulisan hikayat digubah dengan bahasa semenarik mungkin sehingga memberikan sensasi tersendiri kepada pembaca.
Agar lebih jelas berikut kami uraikan mengenai pengertian, ciri, dan unsur hikayat secara lengkap.
Memahami Pengertian Hikayat
Hikayat merupakan salah satu karya sastra lama yang berbentuk prosa yang didalamnya mengisahkan tentang kehidupan dari keluarga istana, kaum bangsawan atau orang-orang ternama dengan segala kehebatan, kesaktian ataupun kepahlawanannya.
Kebanyakan bercerita tentang kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib.
Kisah di dalam hikayat terhitung ke dalam cerita yang tidak masuk akal. Termasuk di dalamnya juga diceritakan tentang kekuatan, mukjizat dan segala keanehannya.
Jika Anda sering membacakan dongeng maupun kisah sejarah, maka cerita yang Anda bacakan tersebut termasuk ke dalam bentuk hikayat.
Hikayat berasal dari bahasa Arab, yakni “haka” yang mempunyai arti bercerita atau menceritakan. Fungsi dari hikayat adalah sebagai pembangkit semangat, penghibur atau pelipur lara, atau hanya untuk meramaikan suatu pesta.
Terkadang, hikayat ini mirip dengan cerita sejarah yang isinya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal dan penuh dengan keajaiban.
Hikayat mulai berkembang pada masa Melayu klasik, sehingga banyak kata yang digunakan dalam hikayat mengandung bahasa Melayu klasik yang terkadang susah untuk dimengerti.
Ciri-Ciri Hikayat
Hikayat termasuk dalam jenis prosa lama yang mempunyai beberapa ciri, diantaranya:
- Hikayat menggunakan bahasa Melayu lama.
- Istana sentries, artinya pusat ceritanya berada di dalam lingkungan istana.
- Pralogis, artinya banyak cerita di dalam hikayat tidak dapat di terima oleh akal. Seperti ditemukannya tokoh dengan karakter di luar batas kewajaran logika manusia pada umumnya.
- Statis, artinya bersifat kaku dan tetap, misalnya banyak menggunakan pernyataan yang berulang-ulang.
- Anonim, artinya tidak jelas siapa yang mengarang hikayat tersebut, karena juru ceritanya tidak pernah disebutkan secara eksplisit.
- Hikayat menggunakan kata arkhais, yakni kata-kata yang saat ini sudah tidak lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari, seperti syah dan dan sebermula.
- Banyak peristiwa dalam hikayat yang berhubungan dengan nilai-nilai Islam.
- Bahkan nama-nama tokoh dalam hikayat kebanyakan berasal dari nama-nama Arab.
- Di dalam hikayat tidak terdapat pembagian baba tau judul seperti pada novel.
- Karena kisahnya yang terkadang di luar batas kewajaran, sulit membedakan kejadian yang nyata dan yang imajinatif.
- Banyak peristiwa yang sulit kita pahami jalan ceritanya karena kisah yang tidak logis.
- Paling utama dari isi hikayat adalah kisahnya yang bersifat imajinatif alias hanya khayalan semata.
- Penyebaran hikayat dilakukan lewat mulut ke mulut dari zaman dahulu kala, sehingga tidak diketahui secara pasti penulis aslinya. Bisa jadi hikayat hanyalah cerita dongeng yang berkembang di masyarakat.
Supratman (1996: 65) menambahkan bahwa kisah hikayat tidak sah jika tidak dilengkapi dengan keanehan, kekuatan, atau kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama.
Jadi jangan aneh jika dongeng yang Anda baca tidak masuk di akal, karena memang begitulah sifat hikayat sesungguhnya.
Meski aneh, namun banyak sekali dari rakyat kita senang dengan cerita-cerita hikayat. Selain karena cerita yang disuguhkan bersifat imajinatif, hikayat menjadi hiburan utama di zaman masyarakat belum mengenal teknologi seperti saat ini.
Unsur-unsur Hikayat
Unsur-unsur yang terdapat dalam hikayat sebenarnya tidak jauh berbeda dengan jenis prosa lama yang lainnya. Hikayat dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik dalam hikayat adalah unsur yang membangun cerita tersebut dari dalam. Sedangkan, unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun cerita tersebut dari luar.
Berikut ini adalah unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah hikayat:
• Tema
Tema adalah gagasan yang mendasari sebuah cerita dimana menduduki posisi utama dalam sebuah karya sastra. Secara umum tema terbagi menjadi dua jenis, yaitu tema mayor (tema yang sangat menonjol) dan tema minor (tema yang tidak menonjol).
• Latar dan Pelataran
Latar adalah tempat, waktu, dan suasana yang tergambar dalam suatu cerita. Bahasa modern nya latar disebut juga setting, dimana terbagi menjadi latar material dan sosial. Sedangkan pengertian pelataran adalah teknik atau cara-cara menampilkan latar/ setting tersebut.
• Alur
Alur adalah jalinan peristiwa dalam sebuah cerita, berurutan dan awal sampai akhir. Terbagi menajdi alur lurus dan alur tidak lurus.
• Amanat
Amanat adalah suatu pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui sebuah cerita. Dalam kata lain amanat disebut juga sebagai makna yang bisa dipetik dari sebuah karya sastra.
• Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pemeran di dalam cerita. Sedangkan penokohan merupakan penggambaran watak seorang tokoh.
Dalam setiap cerita pasti terdapat tokoh utama, merupakan tokoh yang sangat penting dan menjadi pusat bagaimana kisah bermula dan berakhir.
Penokohan erat kaitannya dengan perwatakan, sebuah teknik menampilkan setiap tokoh yang ada di dalam cerita. Salah satu gaya penokohan yaitu gaya analitik, yaitu pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh secara langsung.
• Sudut pandang
Sudut pandang adalah pusat pengisahan darimana suatu cerita dikisahkan oleh si pencerita.
• Gaya
Gaya ini berhubungan dengan bagaimana si penulis menyajikan suatu cerita dengan menggunakan bahasa dan unsur-unsur keindahan lainnya.
Sedangkan unsur-unsur ekstrinsik dari hikayat biasanya berhubungan dengan latar belakang cerita, misal seperti latar belakang agama, adat, budaya dan lain-lain.
Unsur ekstrinsik tersebut juga berhubungan dengan nilai/norma kehidupan dalam cerita, contohnya seperti nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya dan lain-lain.
Untuk itu dalam melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan dari cabang ilmu lain seperti sosiologi, psikologi, filsafat, sosial budaya, dan lain sebagainya.
Contoh-Contoh Hikayat
Meski berasal dari tanah India dan Arab namun perkembangan hikayat di tanah Melayu juga menghadirkan cerita-cerita berbeda. Dimana latar, kisah, penokohannya disesuaikan dengan sejarah budaya Melayu.
Beberapa contoh hikayat yang terkenal dari sastra Melayu diantaranya Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Siak, Tradisi Lisan, Hikayat Malin Demen, dan lain sebagainya.
Berikut contoh-contoh hikayat yang mungkin sudah sering Anda baca:
“Hikayat Burung Cendrawasih”
Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan.
Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan.
Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbedaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘ yang panjang di ekor belakang.
Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal dari bumi ini.
Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja.
Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya.
Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang yang lain.
Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk menerima hakikat sebenarnya mengenai Burung Cendrawasih ini.
Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung Cenderawasih.
Lanjutan..
Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana Maharaja China.
Bagi kalangan penduduk Eropa, burung ini lebih terkenal dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘. Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapat hingga sekarang.
Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung cenderawasih turun ke bumi hanya di Irian Jaya (Papua sekarang), Indonesia saja.
Tetapi yang pelik namun satu kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati.
Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakannya sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana ‘tuahnya’.
Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris.
Mengikut ramai orang yang ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang paling besar.
Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.
(sumber: karyacombirayang.blogspot.co.id)
“Hikayat Abu Nawas: Pesan Bagi Hakim”
Tersebutlah perkataan Abu Nawas dengan bapanya diam di negeri Baghdad. Adapun Abu Nawas itu sangat cerdik dan terlebih bijak daripada orang banyak.
Bapanya seorang Kadi. Sekali peristiwa, bapanya itu sakit dan hampir mati. Ia meminta Abu Nawas mencium telinganya.
Telinga sebelah kanannya sangat harum baunya, sedangkan telinga kiri sangat busuk . Bapanya menerangkan bahwa semasa membicarakan perkara dua orang, dia pernah mendengar aduan seorang dan tiada mendengar ada yang lain. Itulah sebabnya sebelah telinga menjadi busuk.
Ditambahnya juga kalau anaknya tiada mau menjadi kadi, dia harus mencari helah melepaskan diri. Hatta bapa Abu Nawas pun berpulanglah dan Sultan Harun Ar-rasyid mencari Abu Nawas untuk menggantikan bapanya. Maka Abu Nawas pun membuat gila dan tidak tentu kelakuannya.
Pada suatu hati, Abu Nawas berkata kepada seorang yang dekatnya, ”Hai, gembala kuda, pergilah engkau memberi makan rumput kuda itu.” Maka si polan itu pergi menghadap sultan dan meminta dijadikan kadi.
Permintaan dikabulkan dan si polan itu tetap menjadi kadi dalam negeri. Akan Abu Nawas itu, pekerjaannya tiap hari ialah mengajar kitab pada orang negeri itu.
Lanjutan..
Pada suatu malam, seorang anak Mesir yang berdagang dalam negeri Baghdad bermimpi menikah dengan anak perempuan kadi yang baru itu.
Tatkala kadi itu mendengar mimpi anak Mesir itu, ia meminta anak Mesir itu membayar maharnya. Ketika anak Mesir itu menolak, segala hartanya dirampas dan ia mengadukan halnya kepada Abu Nawas. Abu Nawas lalu menyuruh murid-muridnya memecahkan rumah kadi itu.
Tatkala dihadapkan ke depan Sultan, Abu Nawas berkata bahwa dia bermimpi kadi itu menyuruhnya berbuat begitu.
Dan memakai mimpi sebagai hukum itu sebenarnya adalah hokum kadi itu sendiri. Dengan demikian terbukalah perbuatan kadi yang zalim itu.
Kadi itu lalu dihukum oleh Sultan. Kemudian anak Mesir itu pun diamlah di dalam negeri itu. Telah sampai musim, ia pun kembali ke negerinya.
Seorang kadi mempunyai seorang anak bernama Abu Nawas menjelang kematiannya ia memanggil anak-anaknya dan disuruh mencium telinganya. Jika telinga kanan harum baunya, itu pertanda akan baik.
Akan tetapi jika yang harum telinga kiri, berarti bahwa sepeninggalnya akan terjadi hal-hal yang tidak baik. Ternyata yang harum yang kiri.
Sesudah ayahnya meninggal, Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak diangkat menggantikan ayahnya sebagai kadi. Yang diangkat menggantikannya ialah Lukman.
Seorang pedagang Mesir bermimpi sebagai berikut: anak perempuan kadi baru kawin gelap, akan tetapi tanpa emas kawin sama sekali kecuali berupa lelucon-lelucon, sehingga diusir bersama-sama suaminya oleh ayahnya, lalu mengembara ke Mesir, dan dengan demikian kehormatan kadi baru itu pulih kembali.
(sumber: karyacombirayang.blogspot.co.id)
Demikian penjelasan lengkap mengenai pengertian hikayat, ciri-ciri hikayat, dan unsur-unsur dari hikayat. Semoga bermanfaat dan selamat belajar.
Baca Juga: Contoh Gurindam
Originally posted 2021-03-17 06:00:44.
nice